2014 in review


Asisten statistik WordPress.com menyiapkan laporan tahunan 2014 untuk blog ini.

Berikut ini kutipannya:

Kereta bawah tanah New York City mengangkut 1.200 orang. Blog ini telah dilihat sekitar 4.300 kali di 2014. Jika itu adalah kereta bawah tanah NYC, dibutuhkan sekitar 4 perjalanan untuk mengangkut orang sebanyak itu.

Klik di sini untuk melihat laporan lengkap.

“Bala-bala” kriuk, Cell Walls, dan Maillard reactions


Siapa yang tidak kenal “bala-bala” atau bakwan, atau gorengan??!! meraka dapat disajikan sebagai lauk pauk, atau cemilan saja tentunya. Dihampir rumah-rumah makan, ki0s-kios penjualan makanan di sepajang jalan, mereka disajikan. rasanya sungguh menggiurkan dan tentunya murah meriah. tapi bagaimana bila membuatnya sendiri. sebagai pengalaman pibadi, dahulu setiap minggu pagi ketika saya masih SMA, tugas rutin saya adalah membuatkan gorengan2 ini, mulai dari bala-bala, gehu (tahu isi), cireng dan lain2. Ketika ada bahan2 gorengan di dapur, itu “kode” dari ibu yang habis pulang dari pasar untuk saya mengolahnya.

IMG_1869

Mungkin diantara kita terkadang mendapat hasil gorengan yang kurang enak dilihat (terlihat “benyek”, berminyak) dan dirasa (ga kriuk….krikk krikkk). sebenarnya apa sih penyebabnya???. mari kita sedikit bahas, mumpung masih ada hubungannya dengan postingan saya sebelum ini mengenai —KETIKA “CELL WALLS” ITU, TERJABARKAN IMAJINASI—-. Ya benar, dinding sel atau sel secara keselurahan.

dalam aksi goreng menggoreng ternyata ada reaksi kimia disitu namanya “Maillard Reaction“, silakan dicari dan dibaca sendiri lebih detail reaksi ini. Pada intinya, ketika bahan-bahan makanan digoreng atau terjadi proses perubahan karena suhu tinggi, proses kimia terjadi antara protein, gula dan air dan tentunya panas. yang menjadi pertanyaan disini air????. masa menggoreng harus pake air, ga akan mateng dong….???. nah ini dia kuncinya…. dinding sell atau sel itu sendiri (sitoplasma)

ioana_top-chef-masters_science_maillard-reaction_sketch-2

ketika yang menjadi bahan dasar itu sayuran, misalnya kubis, wortel, dll sebenarnya mereka menyimpan air dalam isi selnya yaitu dalam bentuk sitoplasma. Ketika sayuran layu otomatis, kandungan air dalam sel secara keseluruhan menurun dan ini penurunannya tergantung jenis sayur. Setiap sel mempunyai kemampuan mempertahan isi sitoplasma dalam bentuk air, terngatung dari dinding sel ini. jadi peranan dinding sel sangat penting untuk menjaga keluar masuk air tentunya.

2000px-Turgor_pressure_on_plant_cells_diagram.svg

Sudah bisa menebak apa hubungannya dengan Bala-bala kriuk….?????. jadi untuk mendapatkan tekstur dan citarasa bala-bala yang optimal gunakan sayuran yang masih segar atau sebelum digunakan direndam dalam air jika sayuran sudah layu atau cukup dibilas dengan air dan diamkan beberapa saat. Pasti sayuran akan kembali terlihat segar, artinya air sudah masuk kedalam sel yang menjadi komponen sitoplasma melalui dinding sell tentunya.

ketika sayurannya sudah siap, dipotong-potong dicampur dengan terigu dan bumbu pelengkap setelah itu goreng deh…. tips lainnya :

1. Gorenglah semua adonan dalam satu waktu jangan disimpan setelah menjadi adonan.

2. Upayanan dalam menggoreng adonan terendam minyak

3. Beri jeda waktu antara satu penggorengan dengan penggorengan lainnya untuk menstabilkan suhu minyak kembali..

Selamat mencoba…..

Ketika “Cell Walls” itu, terjabarkan imajinasi


Salah satu keunikan dari tanaman dibandingkan dengan organisme lainnya adalah pada bagian sel, dimana pelapis sitoplasmanya terdiri dari dua lapis, membrane cell dan cellwalls. Dinding keras ini menjadikan tumbuhan mempunyai bentuknya yang rigid. tidak hanya itu double proteksi, double mekanisme menjadi alasan keberadaaan dinding sel ini.

Setelah satu semester ini, berkutat dengan mekanisme apa yang terjadi di dalam dinding sel membuat sedikit mengerti apa yang sedang dikerjakan. Saya hanya membayangkan ketika ingin masuk kedalam ruang sitoplasma harus melewati dinding ini, perumpanaan ketika saya ingin masuk rumah, dengan memakai kaos kaki dan sepatu dan ingin mencucinya di dalam rumah karena mesin cucinya didalam, tentunya agar tidak mengotori rumah baik sepatu yang dibawa dari luar dan “bau” kaos kaki, maka saya harus mengganti sepatu ini dengan sepatu lainnya setelah melewati pintu rumah, dan ketika akan keluar pun hal sama dilakukan. memakai kaos kaki yang telah dicuci dan memakai sepatu lainnya untuk bisa pergi keluar rumah….

Mudah-mudahan tidak bingung dengan perumpaman itu. Pada intinya, ketika suatu unsur/molekul melewati suatu dinding sel tentunya tidak bisa hanya lewati begitu saja, salah satunya adalah melalui molekul aquaporin yang terdapat dalam dinding sel. dan begitu sebaliknya ketika akan keluarpun dibutuhkan suatu mekanisme khusus.

Membayangkan sesuatu yang kecil dan tidak tampak itu, kadang butuh khayalan tingkat tertinggi, jika tidak akan terbayangkan apa yang akan terjadi…hehehhh “

primary_cell_wallStruktur Utama Dinding sel

Kembalinya Zaman pe-Linux-an

Tag

, , ,


Tidak terasa sudah hampir 12 tahun lalu pertama mengenal sistem operasi gratisan “linux” gegara minat akan programing dan pengkomputeran yang sudah muncul sejak SMP kelas satu. Yang dahulu hanya masih berkutat dengan sistem operasi DOS. Mengeal dunia linux, kalau tidak salah ingatan, saya selalu sempatkan untuk membeli majalah PC-PLUS karena keterbatasan biaya, kalau isinya bagus saya beli, jadi selebihnya saya ikut numpang baca disalah satu agen koran di dekat SMP saya.

Dengan bermodalkan komputer pertama pentium x386 yang entah memori dan hardisknya berapa disitulah mengutak-atik sistem operasi, mulai dari OS win 3.11, 98, Windows Me, Windows 2000, XP, kayaknya dalam sebulan bisa sampai berkali2 gunta ganti OS karena sering hang….
Tetiba kok, ada OS lain… namanya RedHat… itupun saya dapat cd-nya dari majalah PC-plus tadi. dari situ mulailah utak-atik linux… karena masih baru terus tidak banyak buku akhirnya ga bertahan lama deh si linux ini.

begitu SMA saya ikutan beberapa kejuaran olimpiade komputer, dimana pemograman yang dipakai masih pascal yang itu berjalan di windows sih,… dan setelah ikut beberapa kali seminar di ITB mengenai perkomputeran mengenai linux, saya masih mengikuti per-linux-an.

cerita lanjutan mengenai linux ini, saya pernah pakai Ubuntu versinya demand on CD karena harddisk laptop waktu kuliah rusak terus masih banyak tugas yang harus dikerjakan, akhirnya unutk sementara menggunakan si Ubuntu ini, walau pikiran buntu karena lapton rusak, OS masih pake si Ubuntu…

Yahhh sekarang, begitu penelitian mengenai NGS, next generation sequencing harus kembali buka-buka si Linux…. tapi sepertinya dunia informatika tidak kalah seru dengan life science…semoga bisa bertahan menghadapi command line yang seabreg dan algoritma2 nya….

Selamat Datang Kembali ke Zaman Linux…..

Linux

Perkumpulan Peneliti yang tak lagi Remaja


[ chapuccino ]

Bermula dari sebuah kompetisi yang tak sengaja, hadi dan sedikit kontribusi kecil dari saya ikuti di suatu penghujung undergraduate saya. Semua cerita ini bermula…

Saat itu, hadi dengan inisiatifnya mengajak saya untuk menggubah penelitian yang sebenarnya sudah dilakukan bersama namun, datanya tidak dimasukkan ke tugas akhir kita dikirimkan ke sebuah kompetisi bertajuk “Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia ke 8”. Dari hal sederhana dan waktu yang sangat mepet itu, tiada disangka Hadi dapat masuk ke lima finalis masing-masing bidang dan meraih juara 3 di kompetisi tersebut.

link beritanya (sedang tidak pamer) :

http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=2262

http://sains.kompas.com/read/2009/08/11/23002362/Ini.Dia.Pemenang.Peneliti.Muda.Indonesia

http://www.lipi.go.id/www.cgi?cetakberita&1251497927&&2009&1036004497

http://www.ugm.ac.id/koran/files/8641/KR1%2030-08-09%20hal%2023.jpg

Semenjak itu, Hadi pun mengenalkan kawan-kawan tersebut kepada saya dan mengajak saya pada suatu pekan di kota bogor untuk berencana gathering bersama. Sungguh awal yang menyenangkan, kami berkumpul dan menginap bersama di kediaman sementara Deden di sebuah orchid nursery. Yaa, Deden memang bekerja di sebuah tempat perawatan koleksi anggrek di gunung geulis. Tempatnya sungguh indah dan…

Lihat pos aslinya 389 kata lagi

///Ruang khusus untuk “anak2 berkebutuhan khusus, Down Syndrome dll” di Jepang///


Di hari minggu kemarin, Diajak oleh salah seorang kenalan Jepang yang saya ceritakan kepada dia begitu susahnya anak berkebutuhan khusus di Indonesia mendapat ruang gerak dan perhatian buat mereka. Yang salah satunya adalah adik saya yang kedua, yang menderita Down Syndrome dengan kelainan pada Kelp jantungnya. Akses untuk mendapatkan pendidikan buat
Mereka begitu sulit tidak adanya turun tangan pemerintah untuk hal2 seperti ini, membuat mereka termarginalkan,. Beberapa kali saya melihat sebagian dari rekan2 adik saya harus rela berjalan jauh dari rumah untuk mencapai sekolah dan mungkin tidak bisa ke sekolah hanya karena benturan keadaan ekononi keluarga mereka yang pas-pasan. Tapi disini, di Jepang semua orang, baik pemerintah maupun warganya bisa mengakomodasi hal ini, apa karena Jepang negara maju???tentunya tidak hanya itu walau bukan negara yang didasarkan agama tertentu tapi pendidikan moral dan budi pekerti sangat dijunjung disini. Bagaimana menghargai kekurangan seorang “titipanNya”, yang dikemas dalam berbagainbentuk, yang salah satunya adalah tanbo caffe disalah satu kota kecil Ryugasaki ini. Walau terlintas hanya sebagai cafe biasa tapi cafe ini menyediakan panganan spesifik untuk anak2 berkebutuhan khusus berserta fasilitas belajar yang memadai untuk mereka.

Semoga Indonesia dikemudian hari bisa mewujudkan hal2 seperti ini.

20140624-010824-4104502.jpg

20140624-010825-4105571.jpg

20140624-010824-4104970.jpg

Mahasiswa Doktor itu paling “sesuatu”,??


Hari ini banyak sekali berdiskusi dengan seorang mahasiswa Doktor disalah satu acara rutin perkumpulan mahasiswa kami. Disana saya pun menyadari bahwa, apa yang mereka rasakan sama seperti yang saya alami beberapa minggu ini, yaitu ke-“galau”-an menjadi mahasiswa doktor itu paling sesuatu. disaat mahasiswa sampai tingkat master, mungkin banyak sekali arahan langsung dari supervisor, tapi rasanya itu tidak akan diperoleh lagi di tingkat ini. Mungkin banyak sesuatu yang akan dialami ketika menjalani proses ini, tapi dengan belajar tentunya minimal bisa istiqomah dan selalu berada dalam koridor penelitian yang baik dan benar tentunya. Sampai hampir 3 bulan ini, saya merasakan proses transisi dari mahasiswa Master menjadi Mahasiswa Doktor… karena bukan hanya bidang penelitian yang lebih meruncing seperti piramida terbalik, seperti itu lah yang dikatakan oleh supervisor saya beberapa waktu lalu.

Banyak hal yang ingin dilakukan, banyak hal yang ingin dikerjakan, tapi kalau memang dikerjakan oleh sendiri memang “maruk” atau berlebihan, tapi terkadang adakah orang yang bisa mengerjakannya di bagian bumi lain khususnya di Indoensia. memang sangat disayangkan sebenarnya, kalau tidak dilakukan. itulah yang selalu terbayang, kekawatiran yang harus dihadapi, tapi dengan keterbatasan yang dimiliki, akhirnya harus lebih “fokus”pada satu permasalahan yang ada dan pastinya menghasilkan sesuatu.

tidak ada sesuatu yang susah, tidak ada yang sulit, jika dikerjakan dengan kesungguhan hati dan selalu konsisten. Langkah dimana wisuda Doktor dengan mengenakan Hakama, di Maret 2017, tidak akan terlaksana, jika langkah setelah transisi ini diabaikan, dan saya nyatakan langkah ini telah di mulai menuju tujuan tadi.

Seorang mahasiswa Doktor, kah???


Sudah hampir dua bulan, saya memegang mandat baru sebagai seorang mahasiswa DOKTOR. Sangat terasa sekali, detik2 menjelang ujian masuk doktor waktu itu, karena harus merampungkan semua analisis penelitian. Analisis demi analisis dicoba, sesuai keterbearuan journal yang dibaca, tak hayal harus mempelajari “bahasa pemograman” komputer terlebih dahulu yang mungkin tidak ada kaitannya sama sekali, tapi untuk mencapai itu haruslah dilewati. Rasanya, membaca journal yang bertumbuk yang dibagi menjadi tiga bagian besar. Penelitian awal, hanya pada satu topik analisis saja, tapi dengan sejalan waktu masih banyak yang dirasa kurang lengkap untuk dilakukan di manggis, akhirnya sampai ditulis dalam lembaran thesis menjadi tiga bagian besar. Rasanya, menulis satu kalimat demi kalimat sampai menjadi sebuah presentasi yang harus disajikan minimalis kembali, membuat mata tak pernah lelah untuk memandangnya hal tersebut. hingga tiba lah pada presentasi ujian masuk Doktor dan ujian akhir master, lengkap sudah perjalanan selama dua tahun memjadi mahasiswa master. Rasanya, lega dan plooooongggg.

Dua bulan ini, yang merupakan masa “peralihan” dari seorang master menjadi kandidat doktor menjadikan banyak pertimbangan apa yang akan dilakukan untuk tiga tahun ke depan. Akhirnya, dalam dua hari ini, menuliskan dengan “jelas” semua yang akan dituliskan. Ketika menyerahkan draft proposal ke Pak Guru, dia langsung kaget kenapa sebanyak ini halamanya??? isinya apa???. belum dilihat satu lembarpun sudah dikomentari seperti itu dan memang pada akhirnya tidak dibaca lembar demi lembar. Beliau, menegaskan tuliskah dalam beberapa lembar saja yang akan kamu lakukan nanti dan tahun pertama ini. Rasanya, ,mulai sistem “pertahanan” sel otak mulai runtuh….akhirny kembali ke depan komputer, menyesuaikan apa yang diminta oleh pak Guru saat itu. Jadilah, 4 lembar resume proposal penelitian, dan kembali menghadap pak Guru, dengan mengamati yang diucapkan beliau dan dituliskan karena summary saya ditulis dalam bahasa Jepang. Satu kalimat demi kalimat, ditanya maksudnya, dan memperjelas apa yang akan dilakukan. Diskusi pertama, yang menghabiskan waktu satu jam itu, membuat pertahanan “sel otak” runtuh…banyak saran dan masukan yang menjadi penguat “siapa saya sebenarnya, mahasiswa Doktor kah???”.

1. Sebagai mahasiswa doktor, bukannya mengetahui semua aspek yang ada dalam objek penelitian, tapi satu topik atau subjek yang harus diperdalam, mahasiswa doktor itu tidak harus segalanya tahu, tapi ketika ditanya satu bagian yang menjadi “ciri ke-Dokteran” dapat menjelaskan dan tentuanya bisa membuat telaah.

2. karena sulit mencari pendekatan analyisis untuk salah satu topik penelitian, akhirnya mengambil jalan jauh yang tujuannya “mendekati”, dan mungkin itu salah satu yang “paling benar” untuk sekarang. Tapi apa boleh kata “Its no Idea”. Satu lagi masukan, cari lah pendekatan yang paling “dekat” walau harus segala macam dicoba “dalam bahasa Jepang, Bukke”, yang terkait tujuan penelitian, Jangan anggap “gampang” dan cari jalan “mudah” untuk coba2.

3. Pemahaman akan suatu masalah yang dipikirkan oleh diri sendiri belum tentu, bisa diterima oleh orang lain, dan jadilah seorang”kandidate doktor” yang membuat masalah kompleks menjadi simple untuk mendapat keakuratan data tersebut.

Langkah, ke 100 ribu tidak ada sampai ketika langkah pertama tidak diinjakan. masih ada kurang lebih 3 tahun kurang, untuk mencapai “tujuan” yang diharapkan dari gelar seorang “kandidate doktor” yang meneliti manggis.  Semoga menjadi langkah yang selalu memberi kemanfaatan untuk masukan ilmu kedepannya.

Anugrah suatu “kelebihan” untuk menjadi jalan mensyukuri suatu “keterbatasan”

Tag

,


“Mereka anak-anak penyandang Down Syndrome, menanti bimbingan kita semua”

Bagi keluarga kami, kehadiran seorang anak perempuan / adik perempuan menjadi yang kami tunggu, setelah keluarga kami hanya diisi dengan pertengkaran, kegaduhan, dan “keriwehan” 3 anak laki-laki. Tapi 24 Juni 2002, telah lahir adik perempuan kami (anak ke-4 dari Ibu dan Ayah). Walau usia ibu yang hampir memasuki usia 40 thn yang sangat riskan dengan kelahiran karen sudah memasuki usia2 menopouse. Hari demi hari, kami melihat perkembangan adik kami, mulai membuka matanya hingga belajar tersenyeum. hingga hari-hari dimana bayi normal untuk berjalan, belum terlihat pada adik kami, dengan tertatih2 kami melihat perjuangan adik kami untuk bisa berjalan. Kami bersyukur sekali. akan tetapi, itu belum cukup membuat kami menunggu hingga umur cukup untuk berbicara, adik kami tidak bisa berbicara normal seperti anak-anak balita lainnya. membuat bahasanya sendiri, akan tetapi dia mengerti apa yang kami ucapkan. Tapi, kami belum bisa mengerti dengan jelas yang dia ucapkan hingga saat ini, hanya dengan kebiasaan yang bisa memahami bahasa adik kami.

hingga saatnya adik kami mengalami sakit yang cukup parah, dan kami membawanya ke rumah sakit sesuai dengan saran dari dokter. dari situlah kami, menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak “beres” dengan kondisi adik kami. ketika divonis jantung adik kami mengalami kebocoran disalah satu klep jantunnya diusia yang baru menginjak 3 tahum. dan dokter pun menyarankan untuk mengoperasi sebagai alternatif pengobatan. Akan tetapi, orang tua kami memikirkan ulang untuk melakukan operasi dan dokterpun memberikan saran yang mendukung pendapat orang tua kami. Akhirnya, dengan berjalannya waktu adik kami bisa bertahan walau dari keadaan fisiknya yang lemah ketika berpergian jauh.

Setelah bebarapa waktu berlalu, melihat perkembangan yang kurang bagus dari adik kami, dokter memvonis adik kami kedalam “down syndrome”. istilah yang mungkin bagi keluarga kami asing, dan hanya mungkin bagi masyarakat sekitar kami. walau istilah lain “idiot” atau apa yang disebutkan untuk anak2 yang menyandang down sydrome. Bagi ibu dan ayah kami, dengan segala kekurangnnya selalu memperlakukan adik kami seperti anak normal atau malah mungkin dipaksakan menjadi anak-anak normal, seperti harus bisa baca, tulis, dan bicara dengan jelas. Hal itu yang membuat terkadang, membuat hati ini ingin menangis ingin mengatakan kepada orang tua, adik kami butuh perlakuan khusus. tapi hal ini tidak bisa saya selalu “tekan” karena mereka yang orangtua yang tau mendidik dan sudah membesarkan tiga anak laki2. dan saya pun harus terpisah karena harus melanjutkan sekolah di Bogor.

Ketika saya melangkahkan kaki keluar rumah menuju Bogor, dalam benak saya “bagaimana adik saya bisa ketika selalu diperlakukan perlakukan menjadi “anak normal”, sedang ia  mengalami down syndrome”. tapi kadang saya pun mendambakan seorang adik perempuan “normal” yang saya bisa ajak bermain seperti anak lainnya, hingga banyak perlakukan saya yang tidak seharusnya saya lakukan kepada adik saya. Dengan “menjewer” dan hal yang biasa dilakukan kepada anak normal yang melakukan kesalahan. kadang saya selalu menyesali itu, karena keegoisan, kebodohan, ketidaktahuan saya sebagai manusia” yang diberikan akal normal.

Hingga ayah kami harus pergi untuk selamanya disaat adik kami dalam perkembangan yang membutuhkan figur ayah kami. dan sampai hari ini, ibu saya menjadi “penjaga” adik kami yang selalu membimbing dengan kemampuan beliau. Seorang ibu yang selalu mendidik keras kepada anak laki2nya, harus mendidik anak perempuan yang mempunyai kelebihan “down sydrome”. Itu lah power kekuatan seorang Ibu kami, yang terus menjaga adik kami ditengah, berbagai masalah yang menghadapi keluarga kami.

Disaat saya juga harus kembali jauh, melanjutkan studi ke Jepang, mungkin ketika saya dibogor ketika Ibu sakit atau adik sakit yang harus pergi kerumah sakit, yang hanya dengan motor 4 jam bisa dilalui, tapi sekarang hanya bisa lewat komunikasi telpon tanpa tahu keadaan yang sebenrany disana. hati ini selalu tenang, ketika mendengar celotehan adik ynag “tidak jelas”, dan harus “diterjemahkan”oleh Ibu, apa yang adik kami katakan. tapi rasanya membuat saya semakin kuat untuk bisa bertahan hingga saat ini.

Mungkin dengan bidang keilmuan yang saya geluti, saya bisa mengerti sedikit apa itu “down sydrome” tapi pada kenyataan itu tidak cukup, apa yang harus saya lakukan dan bisa saya lakukan untuk adik kami, dan untuk anak2 yang mengalami down syndrome, “”belum bisa”””.  Mungkin Ibu saya masih tergolong yang bisa memahami pentingnya pendidikan untuk anak2 penyandang downsydrome, walau untuk anak2 penyandang downsydrome lainnya??? tapi bagaimana dengan Ibu-2 keluarga lain yang mempunyai anak penyandang “down syndorme”?????. ketika Ibu saya bercerita bagaimana anak2 baru penyandang down syndrome dari sekolah adik saya yang “baru dimasukan” ke sekolah kebutuhan khusus. Dari yang tidak bisa mengontrol emosi hingga perbuatan2 yg tidak sepantasnya dilakukan, misalnya mukul temannya dll. Tapi ibu saya pun akhirnya menyadari pentingnya menyekolahkan adik kami ke sekolah berkebutuhan khusus di kota kami. dan kami berharap itupun  dilakukan oleh Ibu2, keluarga lainnya untuk menyekolahkan anak penyadang down sydrome.

itu yang menjadi PR terbesar saya hingga saaat ini, “””satu kali lagi apa yang bisa saya lakukan untuk mereka”””. Semoga tulisan ini, tidak pernah didelete, yang terus mengingatkan saya untuk berkontribusi untuk anak2 penyandang down syndrome dengan bentuk dan cara apapun yang bisa saya lakukan dan mengajakan masyarakat Indonesia semuanya menjadikan anak2 penyandang Down Sydrome sebagai bagian dari mereka yang mendapat perlakukan “sama” dalam hak hidup mereka.

“Mereka butuh uluran tangan kita, menuju kehidupan yang lebih “nyata” untuk anak-anak penyandang “down syndrome”.